a fanfiction by yeppeutta
copyright © 2018
TEASE ME
[ contains: blow job, nsfw content. ]
Jihoon pulang dengan raut wajah penuh kekesalan. Hari ini, salah satu teman di kantornya baru saja pulang dari cuti untuk bulan madu. Orang-orang kemudian sibuk menggoda si pengantin baru, bahkan beberapa terlihat tidak serius mengerjakan tugasnya karena si pengantin baru memang terlihat kelewat bahagia, yang akhirnya buat semua orang ingin terus bercanda dengannya.
Sebagai kepala pimpinan divisi tersebut, tentu saja Jihoon terganggu. Pikirnya, profesionalitas dalam pekerjaan itu salah satu hal penting, tidak seharusnya hal sepele begitu membuat kinerja jadi agak menurut. Belum lagi, sebagai divisi inti perusahaan, mereka juga sedang dikerjar cetakan highlight dari majalah yang bakal terbit di akhir bulan nanti. Setelah ia marah-marah sebelum jam makan siang, semua jadi terlihat agak keruh. Jihoon pikir tidak salah juga membuat suasana agak tegang, asal orang-orang di sana mau mengerjakan tugas yang perlu segera diselesaikan.
Hanya saja ada satu hal yang membuat Jihoon jadi uring-uringan sampai di rumah. Perempuan itu terlihat sangat kesal tiap mengingat ucapan salah seorang pegawainya yang tidak sengaja ia dengar.
“Lee yang galak itu ‘kan memang tidak mengerti kebahagiaan soal status, dia kujamin bakal jadi perawan tua dengan tingkah begitu!”
Ah, andai saja ia tidak sedang terburu-buru untuk mengurus sesuatu, juga memenuhi panggilan dari salah seorang yang habis menghubungi. Mungkin di situ Jihoon sudah akan memekik sambil menuding si pelaku asal bicara.
Bagaimana tidak kesal? Oh, ayolah! Jihoon ini sudah punya kekasih, sama-sama mapan, bahkan tinggal dalam satu apartemen yang sama. Ia jadi merasa terhina sudah menutupi segala bentuk hubungan dengan sang kekasih karena ia pikir ia masih menikmati dilihat sebagai orang yang fokus pada karir—bukan berarti ia malu punya pasangan kencan.
“Hey, baby,” seseorang tiba-tiba menyapa Jihoon sambil memeluh dari samping tubuh yang tengah menikmati televisi demi meredam emosi. Kecupan-kecupan lembut mendarat pada leher jenjang sang puan, “Wajahmu kusut, apa anak buahmu membuat ulah lagi?”
“Apa aku ini terlihat seperti orang yang nantinya jadi perawan tua?” Jihoon tiba-tiba bertanya setelah memelankan volume televisi. Matanya tidak beralih dari layar kaca, tapi pikirannya terbang entah ke mana. “Apa aku terlihat begitu, Soonyoung?”
“Loh, kamu kan sudah tidak perawan denganku?” yang ditanyai terkekeh di ujung ucapan, sengaja menggoda gadis yang nampaknya uring-uringan itu. “Kamu terlihat sangat cantik dan pasti banyak peminat, sayangnya sudah jadi milikku saja. Jadi yang jelas, kamu bukan perawan tua. Kenapa bertanya begitu sih?”
“Aku habis dikatai bakal jadi perawan tua karena sempat mengomeli bawahanku yang terus-terusan menggoda salah satu rekannya yang habis bulan madu. Padahal, aku ini hanya terganggu,” gadis itu merengut. “Lagi pula aku punya kamu! Mana mungkin bakal jadi perawan tua, sih?”
Soonyoung tertawa kecil. Gadisnya selalu terlihat lucu tiap merajuk, juga menggerutu soal ini-itu. Bibirnya yang merengut ke bawah dan omelan tanpa henti itu terlihat imut. Ia tidak pernah habis pikir bagaimana orang-orang di kantor sang puan menuding ia sebagai salah satu atasan yang galak, padahal tingkahnya terlihat seperti bayi berisik yang suka merengek begini.
“Kamu pasti jadi istriku sebelum tua nanti, jadi jangan khawatir, kamu bukan calon perawan tua seperti yang bahawanmu maksud.”
Jihoon menoleh untuk sekadar bertatapan dengan mata Soonyoung, lantas sang puan menghela napas pelan. “Aku kesal sekali!” ia memekik tertahan, sementara netranya masih bertaut untuk tenggelam jauh ke dalam mata lawan bicara. “Apa aku boleh melampiaskan kekesalanku, Soonie?”
Yang ditanyai terkesiap. Ia paham apa yang Jihoon maksud, lantas menjadi sedikit gugup karena mendadak kekasihnya jadi terlihat sangat emosional. Matanya lurus untuk saling menatap, juga keteguhan ingin melampiaskan kekesalan yang tidak dapat diganggu gugat dari sorot matanya. Dengan begitu, Soonyoung hanya bisa mengangguk dan menyetujui. Lagi pula Jihoon tidak sepenuhnya meminta izin, hanya memberi peringatan sederhana sebelum memulai aksi.
Mendapati persetujuan begitu, Jihoon langsung merangkak turun. Tubuhnya kini telah duduk di lantai tepat di antara kaki Soonyoung yang ia buka lebar-lebar. Kepalanya mendongak untuk bersitatap kembali dengan kekasihnya sebelum memulai aksi dengan melepas semua bawahan yang dikenakan sang taruna.
Soonyoung tahu betul betapa bagusnya Jihoon dalam melakukan hal itu, jadi tangannya hanya mengusap rambut halus sang puan dan mendesisi lirih saat lidah basah itu menjilati ujung dari pusat gairahnya. Meski belum tegang, gelenyar nikmat membuat pening langsung memancing miliknya untuk mengeras. Jihoon terlihat puas dengan respon yang Soonyoung buat, lidahnya langsung bergerak dengan lihai di atas miliknya hingga tidak butuh waktu lama sudah sangat keras.
Jihoon tersenyum puas, ia terlihat senang menyadari kekasihnya dengan cepat terpancing. Dengan cepat gadis itu langsung mengulum milik Soonyoung, membuat bagian yang baru saja ia buat mengeras itu memenuhi mulut. Dikulum dan dihisapinya yang di dalam, sengaja menggoda agar lebih keras dan makin dekat dengan kepuasan.
Soonyoung mengerang, menikmati tiap perlakuan bibir manis kekasihnya. Gerakan yang teratur dan penuh godaan itu seolah sukses membuat kepalanya pening, membuat tangannya reflek meremas rambut sang kekasih yang terurai bebas. Kepala yang kemudian mulai bergerak itu membuat desahan tidak berhenti keluar, Soonyoung punya perasaan ingin berteriak saking nikmatnya perlakuan yang Jihoon berikan.
Saat sang kekasihnya mulai berkedut dan mengeluarkan sedikit cairannya, Jihoon memelankan gerakan yang dia perbuat. Mendongak untuk menatap sang taruna, lalu sungguhan mengeluarkan milik Soonyoung dari mulutnya. “Ah, aku sudah lebih baik sekarang,” ia berujar dengan nada riangnya, raut wajah yang semula tertekuk kesal pun jadi lebih segar. Jihoon sungguhan tidak terlihat sedang marah seperti sebelumnya.
Hanya saja sang wira tidak tahan. Gadisnya itu berhenti mengulum saat dirinya hampir sampai ujung kepuasan, seolah hanya Jihoon yang membutuhkan kenikmatan sehingga ia bisa berhenti kapan saja. “Jihoon, selesaikan,” ia bersuara dalam nada rendah. Entah kesal atau justru sudah sangat ingin bebas, bagian bawahnya terasa sakit saat harus terhenti dari kepuasannya.
Yang diperintah menggeleng, bahkan justru dengan santai membuat senyuman manis. Gadis itu nampak sengaja memancing kekesalan Soonyoung.
“Ah, bad girl!” tentu saja Soonyoung tidak tahan. Ditarik tubuh itu untuk berdiri, lantas diangkat ke kasur hingga sedikit meronta karena cara menggendongnya yang seperti karung.
Tubuh mungil sang kekasih pun dijatuhkan ke kasur, lalu segera ia merangkak untuk menindih dan mengecupi leher jenjang sang puan. Membuat beberapa jilatan hingga bekas membiru di sana. Jihoon mengerang dan mendesah tertahan, bekas-bekas yang Soonyoung berikan terasa begitu memabukkan hingga pusat tubuhnya jadi makin basah.
Dengan cekatan, Soonyoung melepas seluruh pakaian yang dikenakan Jihoon. Membebaskan seluruhnya dari tubuh gadis itu hingga telanjang bulat tanpa berhenti mengecupi dan memberi beberapa bekas sesekali. Saat sang kekasih sudah polos, kecupannya merambat turun pada dada sang puan. Menjilat dan menggigiti pelan buah dada sambil sebelah tangan menangkup salah satu bagian. Meremas dada sintal dan memainkan jemari di ujung dada yang sudah cukup keras itu. Sementara itu, lidahnya mulai bergerak untuk menjilati sisi lainnya.
“Ugh… Soonie, Soonie—” Jihoon meracau. Kepalanya terasa agak pening saat perbuatan Soonyoung makin lama makin berani. Dadanya dengan napas tidak beraturan membusung, seolah memohon pada sang kekasih untuk terus melakukan apa yang ia kerjakan.
Soonyoung tahu betul kekasihnya menikmati. Saat jemari lentik itu mulai merambat untuk meremas bahu dan rambutnya, sang taruna paham bahwa kekasihnya sungguhan tergoda sekarang. Dari situ, dengan berani tangannya yang bebas mengusap pusat gairah gadisnya, membelai dengan cara lihai hingga tubuh itu setengah gemetar. Cantik.
“Izinkan aku masuk,” taruna itu berhenti mengulumi puting sang gadis, lantas berbisik di sisi telinga gadisnya sebelum menjilat dengan sengaja untuk merangsang lebih lagi. Miliknya sendiri sudah tidak tahan untuk tidak masuk dan memenuhi milik Jihoon yang hangat.
Jihoon mengangguk lemah. Meski sudah sedikit serak karena mendesah terlalu banyak, ia tahu tubuhnya juga mendamba. Miliknya terasa sudah sama merindu pada milik Soonyoung dan berharap kekasihnya dapat memenuhinya dengan cara yang benar, persis seperti bagaimana itu seharusnya.
Telah mendapatkan izin, Soonyoung pun memulai aksinya. Pusat gairahnya yang tadi dibuat gagal keluar kini bersiap di depan Jihoon, menggesek dengan cara lembut dan rapi hingga gadis itu menggeliat serta makin basah. Seringian terukir pada bibir yang di atas, makin lebar pula saat yang di bawahnya sudah merintih dan memohon.
“Tahan, Sayang,” kembali ia berbisik, lalu dengan berani menghentakkan miliknya untuk memenuhi sang kekasih. Dinding yang basah dan licin cukup untuk membuat ia dapat masuk dengan mudah, namun gadis itu tetap mengerang dan mendesis. Merintih sakit seperti bagaimana ia biasanya saat dimasuki. Jemarinya bergerak untuk menyingkap helaian rambut yang terurai jatuh menutupi wajah Jihoon, lalu berbisik lembut untuk menggumamkan kata maaf dan meminta sedikit menahan sakitnya.
“Bergeraklah,” gadis itu berbisik, matanya menatap pada Soonyoung untuk meyakinkan pada sang taruna bahwa ia bisa menahannya.
Sudah mendapat lampu hijau, tentu saja Soonyoung bergerak. Pinggulnya mulai naik-turun untuk keluar, lalu kembali mengisi Jihoon. Bagian bawahnya terasa begitu nikmat di himpitan sempit dan hangat dari milik gadisnya, juga menikmati bagaimana yang di bawah mendesah lirih sambil merintih karena rasa sakit yang berpadu dengan nikmat. Jihoon terlihat sangat menggairahkan dari atas.
“Akh—!” pekikan lolos, kepala mendadak terasa pening dengan rasa sakit yang seolah hilang. Manuver yang Soonyoung lakukan berhasil menemui titik manisnya, membuat percintaan mereka jadi terasa makin intim dan nikmat. Jihoon mendadak lupa pada semua rasa sakit yang semula tercipta setelah dengan pintar bagian sensitifnya dihentak lembut.
Soonyoung selalu menyebut apa yang mereka kerjakan sebagai bercinta karena tidak ada satu di antara mereka yang terluka dan setelah itu perasaan keduanya jadi makin dalam. Cara Jihoon mengerang dan merintih pun terlihat berbeda dari mereka yang ada di video seks karena gadis itu terlihat begitu manis lewat suara dan ekspresinya. Jihoon sama-sama menikmati dan menyukai bagaimana Soonyoung berada di dalamnya.
“Sedikit lagi—ugh…,” taruna itu mendesis sambil terus bergerak dengan teratur di atas Jihoon, namun tidak lupa untuk tetap membuat hentakan rapi hingga sang puan terlihat sangat menyukai kegiatan hari ini.
Miliknya berkedut, siap untuk membebaskan cairan usai gelombang kenikmatan yang telah di puncak. Soonyoung mendorong dalam-dalam miliknya untuk memenuhi Jihoon, lalu membebaskan semua di dalam sang kekasih hingga desahan keduanya berpadu.
Jihoon masih belum sampai. Pinggulnya bergerak sambil menghimpit kuat milik Soonyoung, bagian bawahnya yang kembali dihujam dengan gerakan lamban itu terasa hampir sampai pada ujung kenikmatan. “Soonyoung aku—aashh!” ia memekik keras saat akhirnya ia menyusul kepuasan yang kekasihnya capai. Mendesah di ujung kenikmatan sambil memejamkan mata karena nikmat.
Napas mereka beradu, sama-sama mengontrol setelah kegiatan melelahkan dari keduanya. Soonyoung mengecupi lembut wajah lelah kekasihnya, mengusap peluh di kening sang puan dengan cara yang manis. Mereka tersenyum satu sama lain setelah netra keduanya bertubrukan, membuat tatapan lembut seolah dunia keduanya ada di pandangan yang bertautan.
“I love you, Jihoon. So much,” taruna itu tersenyum sebelum mendaratkan kecupan panjang di kening gadisnya. Menunjukkan rasa cinta sebesar yang ia bisa ia bisa lewas sana.
— end.