I LOST MY BUTTON
PWP ; NSFW
“S– Soonyoungie,” jemari kecil itu meremas ujung pakaian dari wira yang baru saja mau melangkah pergi. Bibir bawahnya digigit sembari memasang ekspresi ragu untuk bicara.
Hanya saja, Soonyoung tidak sabar. Matanya menatap sang gadis sambil menanti kelanjutan ucapannya karena ia yakin ada sesuatu penting untuk dikatakan. “Ayo, bilang saja,” ia setengah menuntut karena gemas. Belum lagi bibir yang digigit itu sangat mengundang untuk menggantikan kerja gigi sang puan dengan giginya yang menganggur sekarang.
“Kancing bajuku,” Jihoon kembali membuat suara cicitan. Netra yang semula mengedar dengan was-was ke sekeliling penjuru kelas pun berhenti pada sorot mata ingin tahu kekasihnya. “Kancingnya lepas dan … musim panas. Tentu saja aku tidak bawa jaket—”
Nyaris Soonyoung bertanya lepas di bagian mana jika Jihoon tidak kemudian membebaskan genggaman tangan lainnya dari pakaian, lantas membuat sedikit belahan dadanya nampak. Memamerkan bentuknya yang bulat dan menarik. Pemuda itu menelan ludah karena belum pernah terbayang sebelumnya bagaimana Jihoon ternyata memiliki dada yang padat dan berisi. Ia kemudian mengganti pertanyaan sambil mencoba mengontrol diri, “Bagaimana bisa?”
Jihoon hampir menangis sedih setelah ditanya demikian. Kepalanya tertunduk dengan emosi antara kesal dan malu, sosoknya terlihat sangat tertekan dengan kepala merunduk dalam-dalam. “Bully,” ujarnya lirih, “Aku takut memberi tahumu, tapi orang-orang sungguhan tidak suka kita berkencan, Soonyoung-ah.”
Sejujurnya, Jihoon sudah sering menghadapi tindakan jahat seperti bully dan sejenisnya. Lagi pula ia memahami betapa populer sang kekasih, sehingga mencoba untuk tidak banyak melawan agar tidak makin parah, sekaligus meutupinya dari Soonyoung. Tetapi yang ini sudah seperti hal tidak tertolong. Ia disiram saat bebersih diri di kamar mandi dan bajunya dirusak dengan kancing yang dipreteli. Rasanya Jihoon sudah ingin meledak dalam emosi dan tangis.
Soonyoung sendiri sedikit tersentak kaget. Pernyataan barusan membuatnya terkejut karena ia pikir Jihoon sudah baik-baik saja dengan ia yang selalu membersihkan meja dan bangku, serta loker sang puan dari tangan-tangan jahil. Gadis itu sudah ia lindungi diam-diam karena memahami betapa tidak inginnya Jihoon dikhawatirkan. Namun sepertinya perlakuan jahat masih diterima oleh sang kekasih, bahkan membuat gadis itu hampir menangis.
“Kemari,” pemuda itu menarik tubuh kecil Jihoon untuk berdiri dan kini berada dalam rengkuhannya. Dipeluk erat tubuh sang kekasih sambil jemari mengusap helaian rambut sebatas bahu gadisnya, memainkan dengan penuh kasih. “Kenapa tidak katakan padaku sejak awal? Bukannya kelas olahraga sudah berakhir sejak tiga jam lalu? Apa kau menahan bajumu agar tidak terbuka selama itu, Jihoonie?”
Anggukan dengan pelukan ragu-ragu membalas pertanyaan Soonyoung, perlahan membuat hati Soonyoung terenyuh. Apa gadis itu sungguhan menanti tidak ada orang karena khawatir dinilai oleh orang-orang yang menganggunya sebagai tukang mengadu dan berakhir kekejian lebih parah lagi? Astaga, Jihoon harusnya tidak sepenakut dan seberhati-hati itu.
“Aku akan melindungimu, ingat janjiku yang itu, ‘kan?” jemari panjang Soonyoung beralih mengusap pipi gadisnya, menyadari bahwa ternyata perempuan itu baru saja meneteskan air mata dengan raut yang sulit dibaca. Yang jelas, Jihoon terlihat tidak aman. “Aku pasti menepatinya, meski harus dibenci semua gadis. Selama bukan kamu yang membenciku, aku tidak keberatan. Jadi percayakan semua padaku, ya?”
Air mata sang puan makin deras mengalir, membasahi pipi dengan polesan bedak tipis. Membuat aroma dari bedak yang basah menguar dengan manis. Karena itu pula kemudian Soonyoung mendekatkan wajah mereka, menempelkan bibir keduanya sambil jemari tidak henti mengusap pipi yang berair—membersihkan air mata yang mengalir. “Maaf—”
Soonyoung menggeleng pelan saat bisikan kata maaf keluar dari bibir yang menempel pada bibirnya, lalu meneruskan kecupan menjadi lumatan lembut dengan cara penuh kasih. Mencium dalam gadis yang menangis dalam pelukan dengan maksud mengalihkan fokus sang puan.
Ciuman yang mulanya lembut dan menenangkan, entah bagaimana berujung panas. Soonyoung melumat dengan cara yang ahli sementara Jihoon terpatah-patah penyesuaikan gerakan lihai dari kekasihnya. Mulutnya sudah dieksplor dengan pintar hingga saliva beberapa membasahi dagu mereka yang saling menempel. Lidah yang saling melilit pun jelas didominasi oleh gerakan berani dan penuh kontrol dari Soonyoung. Jemari kecil sang puan pun kini bergerak dengan gugup meremasi pakaian kekasihnya.
Saat napas Jihoon makin tersenggal dengan mata berair yang berhenti menangis, Soonyoung tahu ciuman panas mereka perlu segera dihentikan. Dengan lembut dilepasnya tautan antara keduanya hingga menyisakan benang saliva tipis yang menggantung dan putus beberapa sekon setelah itu. Membuat bibir yang basah menjadi satu-satunya saksi apa yang baru saja mereka kerjakan.
Netra tajam itu kemudian memindai. Menatapi sang kekasih dari atas hingga bawah dan nafsunya terpancing menyadari baju Jihoon kini sungguhan tersingkap dan memamerkan tulang selangka hingga belahan dada, juga pakaian dalam berwarna merah muda. Manis. Jihoon dengan luar biasa terlihat manis meski memamerkan begitu banyak kulit.
“Aku tidak tahan,” Soonyoung mendesis. Tanpa sedikitpun permisi, ia lantas mengangkat tubuh mungil kekasihnya dan membuat sosok itu terduduk di meja. Kecupan yang semula mendarat di rahang, perlahan makin jatuh hingga ke perpotongan leher. Ditinggalkannya beberapa tanda kemerahan sambil memastikan tidak akan terlihat jika mengenakan seragam sekolah.
Jihoon mendesis. Memang bukan kali pertama baginya dikecupi hingga leher, namun ia masih selalu berdebar dan gugup tiap Soonyoung melakukan hal itu. Perasaan senang sekaligus takut seperti menggambarkan tiap tindakan yang diperbuat oleh kekasihnya. Jihoon menikmati, tapi juga khawatir akan beberapa hal yang kemudian lenyap tiap hisapan kuat yang Soonyoung buat menandakan bertambahkan bercak kemerahan di atas kulitnya.
Remasan menyusul. Tubuh Jihoon gemetar tepat saat tangan besar kekasihnya sampai pada buah dada yang masih terbungkus rapi di balik pakaian dalam. Gerakan lembut namun sedikit memaksa itu membuat napas sang puan tercekat. Soonyoung berhasil membuat Jihoon mabuk kepayang dengan gerakan yang tidak main-main bagusnya.
Napas terengah dari Jihoon lantas menambah nafsu Soonyoung. Membuat remasan jauh lebih kuat hingga menyingkap bra merah muda yang Jihoon kenakan. Terus berlanjut dengan cara yang sensual hingga gadis itu makin gemetar di bawah kenikmatan.
Saat jari lihai Soonyoung bermain di ujung buah dadanya, membuat gerakan memutar sembari mencubiti lembut, Jihoon merasa ingin membanting kepalanya jatuh ke bawah. Kenikmatan itu memabukkan, dan sang dara jelas sudah sangat mabuk.
Kelas yang kosong lantas membuat Soonyoung berpikir bahwa bukan masalah untuk lebih berani. Jadi, gigitan yang mulanya di leher, perlahan berpindah pada payudara kekasihnya. Dikulum dengan lembut puting gadis itu, dihisapi dengan cara pintar hingga sosok di bawah dominasinya makin bergetar.
Jihoon kehilangan arah. Perlakuan pintar Soonyoung membuatnya nyaris lupa soal kekejaman teman-teman sekolahnya yang tadi buatnya hampir menangis. Air mata yang berurai sedih kini justru menjadi genangan kenikmatan yang tidak dapat ia definisikan. Gadis itu tahu bahwa Soonyoung memperlakukannya dengan baik lewat sentuhan-sentuhan yang diperbuat.
Sambil kenikmatan yang terus diberikan pada dada gadis itu, jarinya perlahan bergerak untuk menelusup masuk ke balik rok sang puan. Menyentuh pusat gairah yang ia paham betul tempatnya hingga gadisnya memekik seperti kucing yang ditarik ekornya. Bagian bawah yang basah dan luar biasanya tidak mengenakan celana selain celana dalam. Soonyoung menemukan bahwa kekasihnya ternyata cukup menantang dan menggairahkan padahal dalam posisi habis terbully.
“Basah,” pemuda itu mendesis sambil mendongak untuk menatap kekasihnya. Jari yang ada di balik rok itu tidak henti-henti mengusap dan menggoda kewanitaan perempuan itu.
Melihat anggukan pelan dari sang puan, Soonyoung tahu bahwa kekasihnya baru saja memberi akses. Jadi, dengan berani, jemari yang semula hanya mengusap kini menyelip masuk untuk langsung didorong mengisi Jihoon.
“Akh—!” gadis itu memekik, kaget. Tubuhnya menegang karena dorongan sekali hentak oleh jari panjang Soonyoung di dalamnya. Lantas, seperti bagaimana hal yang Jihoon sendiri paham, Soonyoung langsung bergerak dengan cara yang tidak pelan, namun berhasil membuat gadis itu makin basah karena kenikmatannya.
Di sisi lain, Soonyoung makin keras. Desahan dan gerakan karena rasa nikmat yang Jihoon perbuat berhasil memancing pemuda itu, membuat bagian bawahnya bangun hanya karena mendengar rintihan menggoda dari sang kekasih.
“Sayang,” suara serak wira itu membuat Jihoon membuka mata dengan sorot yang sayu. Bibir bawahnya digigit dan tatapan pun menjadi dalam sekaligus was-was—pasalnya, Jihoon menyadari bahwa pasti ada sesuatu setelah panggilan serak barusan. “Boleh langsung ke inti?”
Jihoon tahu itu. Permintaan izin yang sebenarnya tidak bisa ditolak, juga tidak ingin ditolak. Gadis itu sama-sama ingin hanya karena Soonyoung seolah punya kekuatan magis yang berhasil membuat pikirannya berantakan dan hanya tahu bahwa saat pemuda itu di dalamnya, maka semua dapat kembali benar.
Tanpa basa-basi lagi, Soonyoung pun menurunkan celananya. Memposisikan diri berada di depan Jihoon dengan miliknya yang sudah bebas kini menelusup ikut sembunyi di balik rok. Celana dalam yang gadis itu kenakan pun dilepas, lantas tanpa permisi, miliknya masuk untuk mengisi Jihoon dengan dorongan pelan namun berani.
“Ugh—” Jihoon mengerang sambil mendesis karena bagian bawahnya diisi milik Soonyoung. Tubuhnya kembali gemetar pelan karena dorongan masuk oleh sesuatu tegak dan berkali lebih besar dari jari itu memenuhi bagian bawahnya. Sang puan meneteskan air mata entah karena sakit atau justru merasa puas telah terisi oleh sang kekasih. “Tahan… sebentar.”
Soonyoung menerut. Kecupan di seluruh wajah gadis itu kemudian mengisi kekosongan sejenak di antara mereka, membuat beberapa bekas saliva pada wajah Jihoon karena bibir yang basah. Keduanya terkekeh geli yang kemudian membuat pemuda itu perlahan menggerakkan pinggul.
Dengan gerakan lembut dan berani, Soonyoung membuat gadisnya mendesis dan mengerang tertahan. Rasa sakit dan nikmat membuat rintihan yang Jihoon loloskan menandakan betapa baiknya Soonyoung dalam menghilangkan arah bagi sang puan.
Desahan demi desahan lolos, berpadu dengan hentakan yang makin lama makin kuat karena Soonyoung tidak tahan untuk tidak melakukan itu. Tubuh mungil Jihoon seolah tenggelam dalam rangkulan kekasihnya dan tersentak-sentak karena dorongan kuat di bagian bawah. Percintaan yang menyenangkan antara keduanya.
Saat Soonyoung terus bergerak makin cepat dan desahan makin ribut keluar dari bibir Jihoon, keduanya kemudian merasakan kenikmatan yang hampir tiba sampai ujung. Tubuh mungil yang akan ambruk kapan saja jika tidak ditahan dalam pelukan Soonyoung itu lebih dulu bergetar, meloloskan cairan kenikmatannya hingga milik Soonyoung dapat bergerak lebih cepat di dalamnya.
“Soonyoung— damn,” Jihoon mendesis saat sampai pada kenikmatannya. Bagian bawah yang makin basah itu masih dihentak kuat oleh milik Soonyoung meski sudah keluar. Membuat tubuh kecilnya masih tersentak beberapa kali tiap sang taruna bergerak lebih dalam. Ia berbisik saat menyadari kekasihnya juga sudah sangat dekat. “J– just come inside, I’m okay.”
“You sure? Ugh— then, okay…,” Mendapat izin dari kekasihnya, hentakan terakhir Soonyoung lakukan dalam-dalam. Mendorong masuk miliknya sambil membebaskan kenikmatan di dalam sang puan. Menanam benih dalam-dalam hingga keduanya mendesah karena sensasi yang diberikan dari membebaskan kenikmatan di dalam.
Keduanya pening. Kenikmatan dari bercinta membuat kedua insan itu saling memeluk dalam keadaan setengah sadar dan mengatur napas masing-masing. Gelombang orgasme yang masih terasa jelas membuat Soonyoung maupun Jihoon seperti berada dalam kesenangan dan tidak dapat digantikan oleh apapun. Seolah Soonyoung memang hanya menginginkan Jihoon, sementara sang puan mendadak lupa soal luka-luka dari orang lain dan hanya mengingkan Soonyoung seorang.
“I love you,” Soonyoung berbisik sambil mengecup lama kening kekasihnya. Membuat kecupan lembut yang manis di sana, “I really do.”
Jihoon kemudian menanggapi dengan anggukan dan senyuman malu-malu, juga sebaik mungkin menutupi rona merah di pipinya. “So do I, Soonyoungie.”
END.