JustPaste.it

Sinopsis Film 2015 Guru Bangsa: Tjokroaminoto

0.jpg

Film “Guru Bangsa: Tjokroaminoto” merupakan karya sutradara Garin Nugroho yang rilis tahun 2015. Drama berdurasi 2 jam 41 menit tersebut mengisahkan perjuangan Haji Oemar Said Tjokroaminoto yang lebih dikenal dengan H.O.S Tjokroaminoto atau Pak Tjokro (diperankan oleh Reza Rahadian).

 

Pemerintah kolonial Belanda menyebutnya sebagai De Ongekroonde van Java atau “Raja Jawa Tanpa Mahkota”. Pak Tjokro adalah pendiri Sarekat Islam (SI) sekaligus guru bagi para tokoh republik. Rumah Pak Tjokro di Surabaya diketahui sebagai indekos beberapa pemuda pemikir pejuang saat itu, seperti Koesno (Soekarno), Semaoen, Darsono, dan Moeso. Bahkan, Kartosoewirjo dan Tan Malaka pun pernah menimba ilmu kepadanya.

 

Baca Juga : Sinopsis Film No Body

 

Adegan awal pada film Guru Bangsa menceritakan asal usul Pak Tjokro. Ia lahir pada tahun 1882 beberapa bulan sebelum meletusnya Gunung Krakatau. Oleh karena itu, para sesepuh meramalkan sang bayi sebagai ‘satria piningit’. Lahir dari keluarga priayi R.M. Tjokroamiseno, kakek Pak Tjokro adalah Tjokronegoro I mantan bupati Ponorogo.

 

Sementara kakeknya dari pihak yang lain yaitu KH Kasan Besari, seorang kiai karismatik di zamannya. Dengan demikian, pada diri Pak Tjokro mengalir perpaduan darah ningrat dan ulama. Singkat cerita, tahun 1904, Pak Tjokro menikah dengan Soeharsikin, putri wakil Bupati Ponorogo, R.M. Mangoensoemo.

 

Baca Juga : Sinopsis Film Multiverse

 

Nilai-nilai Nasionalisme Pancasila sangat kuat tersampaikan dalam film Guru Bangsa. Pertama, Ketuhanan yang Maha Esa. Pak Tjokro digambarkan sebagai insan religius. Dalam salah satu scene, ia tetap melaksanakan salat di tengah perjalanan mengunjungi para pendukung dan rakyat kecil. Bagi Pak Tjokro, agama dan nasionalisme bukanlah dua hal yang harus dibenturkan. Pada salah satu pidatonya, Pak Tjokro mengatakan bahwa kemerdekaan, persamaan, dan persaudaraan adalah Islam.

 

Dia meyakini bahwa Islam adalah perdamaian dan perjuangan untuk menuju kehidupan yang lebih baik. Kemunculan sosok Tjokroaminoto digadang-gadang sebagai jawaban atas status quo perlawanan terhadap penjajah sepeninggal Pangeran Diponegoro. Pada salah satu adegan pertemuan dengan seorang kiai pada tahun 1905, terungkap bahwa Pak Tjokro juga terinspirasi dari dibentuknya Indian Muslim League oleh Muhammad Ali Jinnah dan gerakan Satyagraha-nya Mahatma Gandhi.

 

Kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Nilai-nilai kemanusiaan adalah salah satu cita-cita perjuangan Pak Tjokro. Pada tahun 1913 saat pendirian SI bersama Haji Samanhudi, di hadapan para pendukungnya, Pak Tjokro mengatakan: “Mari kita bergerak meninggikan nilai-nilai keluhuran. Kita bersama-sama melakukan perlawanan atas ketertindasan.

 

Baca Juga : Sinopsis Film Zack Snyders Justice League

 

Agar semua rakyat Nusantara tidak lagi dipandang sebagai seperempat manusia.” Dia sangat vokal menyuarakan persamaan hak antara kaum elit (priayi) dan kaum alit (rakyat jelata). Pak Tjokro tak segan-segan menunjukkan pembelaannya terhadap kaum lemah. Misalnya, pada salah satu cuplikan ketika Pak Tjokro harus kehilangan pekerjaan karena menolong pembantu yang dihukum memegang teko berisi teh panas oleh majikannya seorang Belanda. Pak Tjokro dalam beberapa kesempatan sering menyuarakan tentang pentingnya bangsa yang mempedulikan dan memperjuangkan kemanusiaan.

 

Ketiga, Persatuan Indonesia. Tjokroaminoto adalah pemimpin SI yang beranggotakan dua juta orang yang tersebar di seluruh Nusantara. Bersama Haji Agus Salim, pada Kongres SI di Bandung tahun 1916, ia mengungkapkan gagasan untuk membentuk pemerintahan sendiri dan hukum sendiri yang lepas dari Belanda. Pak Tjokro juga sebagai figur pemersatu dan juru damai.

 

Baca Juga : Sinopsis Film American Underdog

 

Pada film ini terdapat scene yang menceritakan bagaimana dia meredam kerusuhan antara orang Jawa dan Tionghoa. Pak Tjokro mengingatkan mereka bahwa konflik seperti itulah yang diinginkan oleh pihak kolonial. Belanda tidak menginginkan semua elemen bangsa bersatu. Selain itu, Pak Tjokro juga aktif menjalin komunikasi dengan organisasi dan tokoh pergerakan lain.

 

Beberapa pihak yang disebutkan dalam film ini yaitu KH. Hasyim Asy’ari (NU), KH Ahmad Dahlan (Muhammadiyah), dan “tiga serangkai” pendiri Indische Partij (dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, Douwes Dekker, dan Soewardi Soerjaningrat).

 

Baca Juga : Sinopsis Film Ghibah

 

Pada salah satu adegan, Pak Tjokro mendengarkan muridnya, Koesno (Soekarno) yang sedang berlatih orasi: “ibu pertiwi dari suatu bangsa adalah persatuan dan semangat sebagai suatu nation”. Pada suatu pertemuan SI, beliau juga mengemukakan pernyataan “sebuah bangsa hanya bisa dibentuk dari kemanusiaan, oleh karena itu kita harus bersatu”.

 

Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijkasanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Pak Tjokro tidak hanya aktif berjuang lewat organisasi SI, tapi dia juga adalah orang Jawa pertama yang menjadi anggota Volskraad. Lewat parlemen bentukan pemerintah kolonial itulah, Pak Tjokro memperjuangkan penerapan politik etis yang dikemukakan oleh Van de Venter, terutama pada bidang pendidikan.

 

Baca Juga : Sinopsis Film Morbius

 

Meskipun, sikap kooperatif Pak Tjokro disalahartikan oleh Semaoen, anak didiknya. Semaoen beranggapan bahwa langkah yang ditempuh Pak Tjokro lewat Volksraad terlalu lemah dan tidak akan membawa perubahan yang drastis. Semaoen berkeyakinan bahwa revolusi sebagai satu-satunya cara untuk membebaskan negeri. Pada saat itulah, Semaoen memilih bergabung dengan ISDV bentukan Henk Sneevliet dan kemudian mendirikan “SI Merah”.

 

Pengamalan sila keempat juga dapat dilihat ketika terjadi perbedaan pendapat pada forum SI. Kubu Semaoen menginginkan sektor agraria yang diutamakan sedangkan kubu Pak Tjokro yang diwakili oleh Agus Salim berpendapat bahwa pendidikan yang paling penting. Para peserta rapat meneriakkan apa yang mereka anggap benar sehingga terjadi adu mulut, lalu Agus Salim melerai dengan berteriak lantang, “Tuan-tuan, kita semua di sini orang berpendidikan, tidak pantas berbicara seperti itu. Bicaralah satu-satu!”

 

Baca Juga : Sinopsis Film West Side Story

 

Kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebenarnya Pak Tjokro tidak menyalahkan Semaoen yang sangat agitatif dan pemikirannya banyak dipengaruhi oleh Revolusi Bolshevik Rusia. Pak Tjokro juga menerima ide-ide sosialisme yang memperjuangkan gerakan “sama rasa dan sama rata”.

 

Namun, dia sangat tidak setuju dengan langkah-langkah kekerasan. Pak Tjokro lebih memilih jalan kompromi dan pergulatan pemikiran. Sejak awal perjuangannya, tahun 1906 ketika bertemu Hasan Ali Surati di Surabaya, dia menjadi pemimpin redaksi koran Oetoesan Hindia dan juga aktif menulis di media-media lain. Pak Tjokro sangat tegar memperjuangkan keadilan dan membuka mata rakyat atas penindasan yang selama ini terjadi. Sila kelima ini juga dimanifestasikan dalam salah satu tujuan didirikannya SI yang mengayomi seluruh masyarakat tanpa memandang ras, melainkan berdasarkan kecintaan kepada tanah air.

 

Baca Juga : Sinopsis Film Wrong Turn

 

Kegigihan Pak Tjokro dalam perjuangan mengganggu eksistensi pemerintahan kolonial sehingga membuatnya diseret ke balik jeruji besi pada tahun 1921. Saat dipenjara, sangat terasa ucapan sang sahabat, Agus Salim: “selalu ada kesepian dan keterpencilan dalam setiap hijrah”. Namun, enam bulan kemudian, dia dibebaskan karena tidak terbukti bersalah. Pak Tjokro tetap melanjutkan pergerakan walaupun rasa kesepian masih menghinggapi dirinya pasca sang istri wafat.

 

Kisah perjuangan Pak Tjokro mengajarkan kepada generasi muda tentang nasionalisme Pancasila yang sangat luhur. Pak Tjokro bukan hanya sebagai “Raja Jawa Tanpa Mahkota” yang disegani penjajah atau satria piningit yang diramalkan primbon Jawa, tapi dia memang seorang guru bangsa. Salah satu prinsip perjuangan Tjokroaminoto yang tak lekang dimakan zaman adalah “setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat.”

 

Baca Juga : Sinopsis Film Moonfall